Rabu, 21 November 2007

Ulil Abshar dan Kitab-kitab

Oleh Ulil Abshar Abdalla

Ini adalah surat Ulil untuk mertuanya, Gus Mus(tofa Bisri). Ihwal kekaguman dan kebengongan. Ihwal pengajaran dan kitab-kitab. Di sebuah negara yang kerap dianggap satan bagi kaum agelaste dari Islam. Inilah Ulil, si abdi ilmu itu. "Kalau saya renung-renung sendiri, kelihatannya saja saya sekarang di Amerika, Abah. Tetapi apa yang saya pelajari "plek" persis seperti di pesantren," tulisnya. (redaksi I:BOEKOE)

***

SURAT ULIL ABSHAR ABDALLA
20 Nopember 2007 19:52:48

Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh.

Abah,
Senang sekali saya mendapat sapaan dari Abah. Mohon maaf, selama ini saya tidak pernah mengirim email ke Abah. Kabar kami baik-baik. Iben sedang gembira sekali karena baru saja bisa menunggangi sepeda. Billy juga sedang senang-senangnya saat ini, sebab mendapat banyak kado dari teman-teman waktu Ultah kemaren. Kami terharu atas kebaikan teman Mbak Ienas yang meminjamkan rumah dan seluruh isinya untuk keperluan acara Ultah Billy. Sekarang ini, pergaulan Mbak Ienas sudah betul-betul "go-international". Temannya sudah tidak lagi berkisar antara Bekasi, Magelang, dan Sawahan, tetapi dari Venezuela, Arab, Israel, Jepang, Amerika, dll. Saya sendiri kalah, Abah, he he he....

Tesis saya akan selesai dalam waktu dua hari ini. Saya selama di Boston ini memang sengaja memerosokkan diri ke bidang kajian Islam klasik. Nanti, di Harvard juga akan melakukan hal yang sama. Selama empat semester kemaren, saya seperti "ngaji" kembali di pesantren. Semester pertama, saya mengkaji "Mafatih al-Ghaib"-nya Imam al-Razi bersama profesor muda dari Kanada, Tareq Jaffer. Liburan musim panas tahun pertama saya pakai untuk "sorogan" dengan Prof. Tareq. Kami saat itu membaca "Tahafut al-Falasifah"-nya Imam Ghazali. Semester ketiga dan keempat, selama setahun penuh, saya ikut kelas Qur'an di Harvard. Pokok bahasannya adalah al-Itqan. Selama setahun itu, kami menyelesaikan 2/3 dari al-Itqan. Jadi lumayan sekali.

Kelas ini diampu oleh seorang profesor muda keturunan India tapi kelahiran Singapura, Mohamed Shahab Ahmed. Dia ahli tafsir dab hadis, disertasinya memperoleh penghargaan sebagai disertasi terbaik dalam kajian Islam pada tahun 2000. Tema disertasi dia adalah mengenai "qissat al-gharaniq" atau ayat-ayat setan. Dialah yang tertarik untuk membeli tafsir al-Ibriz-nya Mbak Bisri Mustofa. Sekarang ini, tafsir itu sudah ada di perpustakaan Harvard.

Profesor ini pintar sekali, bahasa yang dikuasai ndak tahu berapa, banyak sekali, Abah. Hampir semua bahasa utama yang dipakai di dunia Islam dia kuasai: Arab, Persi, Turki, Urdu, Punjabi, Melayu. Dialah yang berjasa meluluskan saya ke Harvard. Dia memang kepengen sekali mempunyai mahasiswa dari Indonesia, terutama yang berlatar-belakang pesantren. Dia senang sekali ketika saya kasih tahu ada tafsir Qur'an lengkap berbahasa Jawa. Dan dia meminta saya menerjemahkan beberapa bagian dalam tafsir Mbah Bisri itu untuk dimasukkan dalam buku yang dia siapkan untuk terbit beberapa tahun mendatang.

Kalau saya renung-renung sendiri, kelihatannya saja saya sekarang di Amerika, Abah. Tetapi apa yang saya pelajari "plek" persis seperti di pesantren. Memang gaya dan metode mengajarnya beda sekali. Di Harvard nanti, saya akan konsentrasi untuk belajar kalam dan falsafah Islam. September nanti, saya insyalLah akan mengambil empat kelas yang moga-moga menarik semua. Satu kelas wajib tentang filologi teks-teks Arab klasik. Ini adalah pelajaran untuk menjadi editor atau muhaqqiq teks-teks kuno yang masih berupa makhtutah. Kelas kedua tentang al-Jahidz, pengarang yang sejak dulu memang saya sukai. Kedua kelas ini diampu oleh seorang profesor dari Jerman, Wolfhart Heinrich. Kelas ketiga dan keempat adalah tentang Imam Ghazali adn al-Taftazani yang mengarang syarah atas kitabnya Adud al-Din al-Iji, "Al-Mawaqif". Dua kelas ini akan diampu oleh seorang profesor muda, Khaled al-Rouayheb. Sebetulnya ada kelas kelima yang saya juga tertarik, tapi kalau saya ambil akan berat sekali, sebab akan menanggung lima kelas. Yaitu kelas terbatas untuk membaca Al-Mustasfa-nya Imam Ghazali.

Yang membuat saya gembira bukan main adalah perpustakaan utama Harvard, yaitu Widener Library. Perpustakaan ini memiliki koleksi buku-buku berbahasa Arab yang luar biasa banyak sekali. Pekerjaan saya setiap hari hanya "nonton" kitab-kitab, sambil terbengong-bengong. Yang saya senang adalah kalau menemukan edisi pertama sebuah kitab yang dicetak oleh Penerbit Bulaq di Mesir, misalnya. Misalnya ada kitab terbitan 1800 sekian. Bau kertasnya khas dan enak sekali. Saya "ciumi" terus kertasnya, Abah, he he he...

Tesis saya sendiri adalah soal teori kenabian menurut Imam Ghazali dan seorang filosof Yahudi yang hidup sezaman dengan Ibn Rushd di Andalusia, yaitu Musa bin Maimun atau lebih dikenal dengan nama Latinnya, Maimonides.Ada tiga teks Imam Ghazali yang saya jadikan penelitian, Ma'arij al-Quds, Mi'raj al-Salikin, dan al-Munqiz min al-Dhalal. Sementara itu, teks Maimonides yang saya pakai adalah Dalalt al-Ha'irin. Maimonides menulis buku ini dalam bahasa Arab tetapi memakai aksara Yahudi, dikenal dengan Hebrew-Arabic.Karena dia hidup di lingkungan Islam, sebetulnya pola pembahasannya persis dengan filosof-filosof Islam yang lain.Saya menemukan banyak hal yang menarik dari studi perbandingan ini.

Terakhir Abah, saya mempunyai niatan dalam jangka panjang untuk menerbitkan kembali al-Ibriz tetapi bukan dalam aksara Arab pegon, sebaliknya dengan aksara latin. Saya memandang al-Ibriz adalah karya penting dalam konteks perkembangan sastra Jawa. Ketika para pengamat atau sarjana menulis tentang sejarah sastra Jawa modern, mereka tak pernah tahu ada karya yang dibaca oleh mungkin ratusan ribu orang seperti Al-Ibriz itu. Untuk kebutuhan paper akhir semester ini, saya menulis makalah tentang tafsir al-Ibriz. Prof. Shahab senang sekali.

Sekian kabar-kabari dari Boston. Semoga tidak berkepanjangan dan menganggu Abah.

Salam ta'zim,

Ulil

* Diupload dari masjid sebelah: masjid gus muh

1 komentar:

Evan mengatakan...

Membaca tulisan Mas Ulil, saya merasa makin kecil..tidak ada apa2nya.
Surat pribadinya pun layak baca..